Sidoarjo,Komposisinews.com – Sejumlah karyawan Toko Buku Togamas mengaku diberhentikan secara sepihak dengan alasan penutupan toko pusat. Ironisnya, hingga kini pihak manajemen belum memberikan kejelasan terkait pemenuhan hak-hak para pekerja tersebut.
Berdasarkan data yang berhasil dihimpun awak media, para karyawan yang terdampak memiliki masa kerja antara 13 hingga 20 tahun. Mereka telah mengabdikan diri sejak awal berdirinya Togamas dan turut berperan dalam perkembangan jaringan toko buku tersebut di Indonesia.
Salah satu karyawan Irul, menyampaikan harapannya agar perusahaan memenuhi kewajiban sesuai ketentuan hukum yang berlaku.
“Kami hanya ingin hak kami diberikan sebagaimana mestinya. Kami ikut membangun Togamas sejak awal. Kalau perusahaan sedang sulit, kami juga merasakan kesulitan yang sama. Tapi jangan sampai hak kami dikorbankan,” ujarnya dengan nada kecewa.
Irul menambahkan, selama bekerja, manajemen tidak membayar upah sesuai ketentuan Upah Minimum Regional (UMR). Lebih memprihatinkan lagi, iuran BPJS Ketenagakerjaan disebut tidak dibayarkan sejak akhir Desember 2024, padahal para karyawan masih berstatus pegawai tetap.
“Kami tetap bertahan meski gaji tidak sesuai dengan jabatan dan tanggung jawab, karena merasa sama-sama berjuang,” imbuhnya.
Menanggapi hal tersebut, kuasa hukum dari salah satu karyawan Togamas, Radian Pranata Dwi Permana, S.H., dengan di dampingi kuasa hukum Yuli Susilowati, S.H., M.H.,menyatakan akan melakukan kajian hukum secara mendalam atas kasus ini.
“Karyawan yang di-PHK memiliki hak yang dijamin undang-undang. Pengusaha tidak boleh bertindak sewenang-wenang dalam memberikan hak pekerjanya. Ini negara hukum, semua pihak wajib tunduk pada aturan,” tegas Radian.
Menurut Radian, kasus ini tidak hanya menyangkut aspek perdata dan administratif, tetapi juga berpotensi menyentuh ranah pidana dan sosial apabila ditemukan pelanggaran serius terhadap hak pekerja.
Secara hukum, ketentuan mengenai PHK dan hak-hak pekerja diatur dalam PP Nomor 35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, serta Pemutusan Hubungan Kerja; UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan; serta UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
Pasal 40 PP No. 35 Tahun 2021 menyebutkan, pengusaha wajib membayar uang pesangon, uang penghargaan masa kerja, dan uang penggantian hak kepada pekerja yang di-PHK. Bagi karyawan dengan masa kerja lebih dari 12 tahun, penghargaan masa kerja dapat mencapai hingga 10 bulan upah.
Selain itu, Pasal 56 PP No. 35/2021 menegaskan, pekerja yang di-PHK karena perusahaan tutup tetap berhak atas pesangon sebesar 1,75 kali ketentuan normal, termasuk uang penggantian hak dan tunjangan lainnya.
Sementara itu, Pasal 185 ayat (1) UU No. 13 Tahun 2003 memberikan sanksi pidana bagi pengusaha yang dengan sengaja tidak membayar upah sesuai ketentuan, dengan ancaman penjara 1–4 tahun dan/atau denda Rp100–400 juta.
Jika terbukti ada unsur kesengajaan dalam menahan upah atau tidak memberikan hak pesangon, tindakan tersebut dapat dikategorikan sebagai penggelapan (Pasal 372 KUHP) atau bahkan penipuan (Pasal 378 KUHP).
Radian menegaskan, pihaknya akan menempuh langkah-langkah hukum sesuai mekanisme yang berlaku, mulai dari mediasi bipartit, melibatkan Dinas Ketenagakerjaan (Disnaker) setempat, hingga mempersiapkan gugatan ke Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) atau membuat laporan kepada penegak hukum apabila diperlukan.( Tim )