Jember,Komposisinews.com – Ketua Umum Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Jawa Timur, Muhammad Nabil, menerima penghargaan kategori Sport Achievement Award pada acara Hari Pers Nasional (HPN) yang digelar di Gedung Sari utama Kaliwates Jember, Minggu (28/4/2024) malam.
Penghargaan tersebut diserahkan langsung oleh Ketua PWI Jatim, Lutfil Hakim, pada acara yang dihadiri oleh Pj Gubernur Jatim, Adhy Karyono, Bupati Jember, Hendy Siswanto, dan beberapa pejabat lainnya.
Ketertarikan Muhammad Nabil di dunia olahraga semenjak ia melihat aksi pemain sepakbola terutama mulai saat Piala Dunia 1978 dan seterusnya membuat Muhammad Nabil mulai tertarik dengan dunia olahraga. Nama-nama besar pesepakbola dunia seperti Carlos Bilardo, Mario Zagalo, hingga Rinus Michels, baik ketika aktif bermain maupun sebagai pelatih, terpatri benar di otaknya bahwa berprestasi itu memerlukan proses dan manajemen yang kuat, dan ini adalah sebuah kunci dari prestasi.
Inilah yang mendorong Nabil tertarik dengan olahraga, meskipun bukan menjadi seorang atlet. Dan sampai akhirnya pria kelahiran Probolinggo ini benar-benar bersentuhan dengan olahraga ketika menjadi pengurus Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Jawa Timur pada 2010 silam.
Mulai dari pengurus biasa, ketua harian hingga pada 2022 terpilih menjadi Ketua Umum KONI Jatim, Nabil, melihat bahwa sebuah prestasi itu perlu manajemen yang kuat. “Paling tidak, referensi-referensi tentang bagaimana membangun dan membina olahraga untuk mencapai prestasi terbaik sudah saya pahami. Sekaligus dengan banyak membaca dan belajar,” terangnya.
Hobi membaca sejak kecil hingga menghabiskan masa sekolah di Kota Probolinggo, tidak membuat Nabil tabu untuk mengetahui profil-profil singkat pelatih-pelatih terbaik. Baik di dunia motocross maupun sepakbola.
“Itu yang membuat saya memulai menyukai dan senang akan dunia olahraga. Saya ikuti terus hingga punya referensi tentang bagaimana itu olahraga dan bagaimana membangun olahraga yang terus pada akhirnya bicara tentang prestasi,” ucap mantan Komisioner KPU Jatim tersebut.
Sehingga, proses adaptasi Nabil tidak begitu sulit dengan olahraga. Ditunjang keaktifannya di bidang organisasi sejak menempuh bangku perguruan tinggi. “Jadi menganatomi dan mengurai persoalan di sebuah cabang olahraga (cabor) berbasis itu,” sebutnya. Sampai memiliki pemahaman bahkan ide-ide baru dari kegiatan yang sudah ada.
Termasuk dalam penerapan sport science yang menjadi parameter dalam perkembangan dunia olahraga saat ini. Khususnya dalam pengembangan seorang atlet usia dini hingga mencapai prestasi terbaiknya.
Nabil menyebutkan, KONI punya fungsi manajerial dan leadership dalam olahraga prestasi. Mau tidak mau, sebutnya, sport science merupakan suatu kebutuhan yang tidak bisa ditawar-tawar lagi. Khususnya dalam cabor prestasi terukur.
“Sejak masuk KONI, saya sudah menekankan semua cabor harus berdasarkan data. Khususnya yang masuk puslatda. Karena KONI kan orientasinya prestasi. Tentu harus ada alat ukur yang akurasinya tidak dapat ditawar lagi,” sebut pria yang kini menempuh program S3 di Universitas Airlangga ini.
Setidaknya, menurut Nabil ada empat kriteria bagi setiap atlet untuk penuhi standar sebuah nomor di cabor yang diikuti. “Pertama tes fisik. Itu jadi alat ukur pertama. Karena di setiap cabor kan beda-beda nomor. Sehingga spesifikasinya juga berbeda,” bebernya.
Kriteria kedua, konsumsi gizi. Nabil menegaskan, kebutuhan itu harus dapat perhatian khusus. Sebab, tidak mungkin atlet berprestasi jika kemampuan yang dikeluarkan tidak diimbangi dengan gizi yang masuk. Hal itu dapat dilakukan dengan pemberian suplemen atau multivitamin yang teratur dari tim gizi.
Selanjutnya psikologi. Di masa lalu, kebutuhan akan psikolog dalam lembaga keolahragaan masih dianggap sepele. Namun kini menjadi penting karena menjadi tempat untuk konsultasi dan monitoring kondisi psikologis atlet.
“Jangan sampai potensi skill dan kompetensi atlet runtuh, terhalang oleh masalah-masalah pribadi. Itu (psikologi) sesuatu bangunan yang harus ada di sport science. Dunia olahraga manapun membutuhkan konsultan psikolog. Karena itu, jangan sampai terjadi penurunan prestasi atlet tidak dicari penyebabnya,” katanya merujuk pada nasib bintang-bintang atlet yang menurun hanya gegara masalah pribadi.
Terakhir, tes kesehatan. Di KONI Jatim, Nabil menyebut program itu rutin dilakukan 6 bulan sekali. Bukan hanya saat mau masuk Puslatda. “Saya mengistilahkan jangan menzalimi atlet. Artinya, ketika berprestasi dimanfaatkan terus. Namun ketika selesai, atletnya bermasalah karena kesehatannya tidak tertangani dengan baik dan benar. Apalagi kita tidak mengurusi (atlet yang sudah berhenti dari arena),” katanya.
Ia mengungkap kisah nyata atlet pencak silat Jatim yang di masa jayanya memberi banyak prestasi bagi Jatim dan Merah Putih. Namun setelah memasuki masa pensiun, atlet tersebut mengalami gagal ginjal dan jantung, penyakit akut yang kerap menghantui atlet di masa tua.
“Karena itu, jangan sampai ada stigma itu. Caranya, kesehatan harus tertangani dengan baik dan benar,” sebutnya. Berangkat dari kisah sedih itu, Nabil menegaskan atlet harus diistimewakan. Mulai dari pemenuhan kebutuhan gizi, keperluan pribadi sampai masa istirahat, termasuk kebutuhan akademiknya. “Sehingga mereka fokus berlatih, berlatih, berlatih dan berprestasi,” tegasnya.
Selama menggawangi KONI Jatim, Nabil memastikan penerapan sport science melalui 4 kriteria itu berjalan semua. Khususnya tes fisik yang tegak lurus dengan prestasi. Paling tidak sebagai pengukur kemampuan atlet.
Namun, ia memahami tugas itu butuh dukungan semua pihak. Bukan hanya pemerintah dan KONI saja.
“Ini seharusnya jadi kewajiban semua elemen masyarakat. Saya sangat mendukung jika ada pihak ketiga yang ingin berpartisipasi. Mekanismenya langsung ke cabor atau atlet saja. Khususnya dalam menjaga prestasi cabor dan atlet premium yang menjadi lumbung medali Jatim. Sebab, ini juga jadi komitmen kami di KONI Jatim dalam berprestasi. Yakni dari Jatim untuk Indonesia menuju Prestasi duni,” pungkasnya. (Arifin/Kominfo)